Oleh: uun nurcahyanti | Oktober 9, 2012

MANUSIA ADALAH KITAB


Uun Nurcahyanti

Pendidikan karakter telah menjadi lazim kata dan berhidup dalam dunia pendidikan Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Karakter bangsa menjadi semakin hangat dan seksi untuk ditelanjangi setelah terjadi kembali tawuran antar pelajar yang menyebabkan seorang remaja lagi-lagi terenggut nyawanya.

Nyaris setiap media mewartakannya. Tawuran menjadi topik pembicaraan di kalangan sekolah dan dunia talkshow televisi serta radio. Pembicaraan yang kerap seperti ini kita sebut hangat. Beberapa kawan menyebutnya seksi. Saya sendiri lebih suka menyebutnya memiriskan. Mengerikan.

Ramai-ramai pendidikan karakter kembali diunggah sebagai tema pembicaraan yang santer. Dunia pendidikan dan persekolahan kembali dihujat. Digugat. Pendidikan berkait erat dengan manusia. Persekolahan dianggap sebagai tempat persemaian bibit unggul para manusia ini. Sekolah, pendidikan, dan manusia pun berkelindan merajut kisah berbagai keberbudayaan manusia, tentu saja.

Sayangnya memang, dunia persekolahan lebih memihak pada nilai yang bernama skor. Nilai rapor, ijazah serta ranking menjadi konsentrasi utama keberbudayaan suatu sekolah. Nilai manusia dihitung berdasarkan angka. Sekolah dengan lekas masuk ke gelanggang kompetisi. Nalar kalah menang menjadi patokan harkat dan martabat sebuah sekolah. Ujian menjadi kompetisi dan sekaligus represi. menggerakkan sekolah juga seluruh komponennya untuk persiapan lomba dengan berbagai macam cara. Bimbingan belajar menjadi kelaziman berikutnya atas nama tambahan nutrisi dan tambahan latihan demi menang di jalur ujian nantinya. sekolah mengejar prestasi dan prestise. Melupakan manusia yang berdiam di dalamnya.

Hidup dan kata

Hidup dimulai dengan kata. Ijab qobul antar dua anak manusia hanyalah suatu peristiwa kata. Peristiwa yang nantinya akan menghasilkan anak pinak. Berketurunan. Dan tentu saja dalam ikatan kata. Sebuah percintaan akan hampa dan hambar tanpa peristiwa kata di dalamnya. Kelahiran di luar ikatan pernikahan sekalipun dinaungi peristiwa kata. Bahkan pemerkosaan (maaf) sekalipun dibarengi dengan kuasa peristiwa kata. Kata mendahului persenggamaan. Kata mendahului kelahiran. Kata juga yang mendahului kerja penciptaan yang dilakukan Tuhan.

Perjanjian menjadi pondasi sebuah perjalanan kisah. Injil mengucap istilah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Islam mengucap syahadat yang berisi persaksian. Sebuah perjanjian. Kitab suci berisi kata. Sabda Tuhan. Tangis seorang bayi mengucap hikmah. Terdapat pelajaran. Raungan bermakna seyogyanya rangkaian aksara. Bintang gemintang bercerita tentang musim, arah angin dan berbagai fenomena alam. Terbit dan tenggelamnya matahari dan rembulan memuat kisah berbagai waktu.

Memberitahukan betapa sang waktu adalah makhluk tersombong dan tak kenal kesakitan. Tak memiliki rasa toleransi pada sesamanya. Matanya terus menatap kedepan. Terus berjalan tanpa kompromi. Tak peduli bila ada yang memuji. tak gentar meski dihujat dan dicaci maki. Tak menatap tapi member ruang cerita. Waktu adalah buku. Ruang abjad. Halaman aksara. Setiap dirilah yang menulis kisah dan cerita di halaman buku waktu. Daun yang gugur membei wejangan kisah cinta dan dendam. Ia tidak mendendam pada angin dan hujan yang meluruhkannya dari ranting yang menumbuhkan dan senantiasa menggenggamnya. Ia rela melepaskan kecintaannya. Luruh dan terbaring pada tanah.

Awan bercerita tentang hidup dan juga pengharapan. Tekun dan sabar dalam menenun hujan agar menjadi lembaran sajadah kehidupan. Berkumpul mengikat diri demi kehilangan air yang dikukuhinya. Saat segala isi air tersebut hilang, lenyap pula si awan. Ia mengajari segala maha cinta. Ada demi memberi dan lantas tak ada. Kembali berupaya untuk terus ada tanpa mengenal lelah. Tiada menuntut balas atas cinta dan segala pemberian. Tekun mengisi diri demi memberi.

Demikian juga manusia adanya. Ada untuk berkata. Dalam dirinya telah tertera segala abjad. Tersimpan sabda dan ayat-ayat illahiah seperti segala yang ada di alam semesta. Manusia ada untuk bersabda. Demi menulis. Sabda bukan berkoar kosong serba berhamburan. Menulis bukan sekedar mencorat-coret menarikan pena. Bersabda dan menulis adalah kodrati kebermakhlukan manusia.

Amunisi berbicara

Dalam islamologi terdapat riwayat ayat pertama yang diturunkan Allah, yaitu iqro’! Bermakna : bacalah! Hal yang tentu bukan terperistiwai secara kebetulan sebagai sabda paling awal yang mendahului berayat-ayat kemudian. Membaca adalah tindak keseharusan untuk pengumpulan amunisi. Mengisi diri dengan beragam kata, kisah, cerita, dan peristiwa untuk menjadi bahan perenungan. Membaca ibarat mereguk air mani ke dalam tubuh perempuan. Yang nantinya akan menyemai anak pinak manusia.

Membaca menjadi pijakan setiap diri manusia dalam mengucap dirinya sendiri. Tubuh manusia beraromakan aksara yang menenun benang hikmah. Manusia, sayangnya, acapkali tak merenung-renungi hal tak terlihat tersebut. Contoh yang nyata adalah tentang lubang.
Tubuh bagian bawah manusia memiliki lubang. Lubang kencing, dubur, dan vagina alias lubang persenggamaan. Pada laki-laki terdapat lubang untuk keluarnya sperma. Kita memiliki lubang namun acapkali melupakannya atau tak menghiraukannya sama sekali. Kisah peradaban manusia selalu berkaitan dengan berbagai aroma persenggamaan.

Keindahan dunia percintaan menjadi tutur masa bermasa. Kisah romansa memantik ingatan serta imaji kata juga rasa. Percintaan pun dengan lekas dihikayatkan sebagai perjalanan generasi dan peradaban. Dibicarakan dengan segala macam aksi dan bahasa. Kenikmatanlah yang terceritakan. Kelahiranlah yang terberitakan, Dan kita mengalpakan lubangnya. Bahwa ada lubang yang berdiam diri dan berikhlas menjadi ayat.

Lubang kencing dan dubur merupakan pintu keluarnya kotoran tubuh. Lubang yang hadir demi kotoran. Lubang keluarnya sperma pada tubuh lelaki sama dengan lubang tempat keluarnya kencing. Lubang ini mengucap tentang riwayat keberhidupan. Menjadi pintu bagi kehidupan-kehidupan yang hendak tersemaikan. Lubang vagina demikian juga adanya. Menjadi pintu penerima keberhidupan sekaligus tempat keluarnya sang hidup, penjaga kata dan peradaban. Manakala sbukan sang hidup yang keluar maka ia mengeluarkan darah haid. Kita menyebutnya darah kotor, seringkali. Peristiwa menstruasi terjadi.
Di tubuh kita pun terdapat lubang. Lubang air susu yang terletak di payudara. Ia adalah mata air kehidupan. Lubang milik generasi awal manusia yang berhidup. Ia ada untuk menghidupi sang hidup. Payudara menyimpan ajaran tentang mata air sebagai sumber kehidupan manusia.

Namun yang jamak terjadi di kehidupan kita saat ini justru adalah tentang volume payudaranya. Model payudaranya. Lubang susu tidak memberikan nuansa ilmu seakan-seakan. Manusia minim membaca kata dari si lubang kehidupan di tubuh payudaranya sendiri. Ia malah menjadi puja mata. Perempuan memperindah payudara sebagai puja identitas diri. Lelaki menatap payudara demi puja mata dan hasrat seksualitas. Lupa sejarah bahwa ia pernah mencecap air kehidupan pada lubang-lubang susu emaknya.

Manusia lekas alpa dengan aksara di seantero tubuhnya. Meninggalkan peristiwa besar membaca kitab terdahsyat karya Sang Maha Menulis. Lubang saja mengucap ajaran, mengapa kita tak berguru pada abjad tubuh itu dan membaca kitab diri kita sendiri? Tuhan telah dengan tekun menulis segala kitab pada tubuh manusia. Maka mari membaca. manusia adalah makhluk kata, wajar bila Yudhi Latief berseru bahwa manusia baru akan terbentuk hanya dengan revolusi kata.

Pare, 06 Oktober 2012
Disampaikan di diskusi Rumah Anak Bangsa
Sabtu,6 Oktober 2012


Tinggalkan komentar

Kategori